Biografi Imam Bukhori – Jika hari ini kita ditanya, hadits mana yang paling sahih? Kebanyakan akan menjawab hadits shahih Bukhori.
Benar memang hadits shahih Bukhari menempati tempat khusus di kalangan umat Islam khususnya muslim sunni. Kitab Hadits Shahih Bukhori dianggap kitab hadits yang paling shahih di bandingkan kitab kitab hadits lainnya.
Tak lain hal itu karena kegigihan penulis dalam rangka mencari hadits, mengumpulkan, menuliskan lantas memilah dan memilih mana yang dianggap valid dari Nabi dan mana yang dianggap lemah dalam penisbatannya kepada Nabi.
Hanya saja ternyata tak sedikit yang belum mengetahui biografi dari penulis hadits shahih Bukhari ini. Bahkan sekedar nama dari penulisnya saja banyak yang belum tahu.
Bukankah namanya adalah al-Bukhari? Itu bukan nama aslinya. Sehingga pada artikel kali ini adalah tentang biografi imam bukkhori secara singkat.
Ingin Tau Tipe Kepribadian mu ? ikuti test MBTI Gratis

Daftar Isi
Nasab Imam Bukhori
Bagian pertama dari biografi imam bukhori ini adalah tentang nasab, atau asal muasal keturunan, Kebanyakan orang memang hanya mengenal nama Bukhari saja. Nama beliau cukup singkat; Muhammad.
Mungkin seperti asing hari ini di Indonesia, karena di Indonesia nama itu biasanya 2 suku kata atau bahkan 3 sampai 4 suku kata. Beliau ber-kunyah Abu Abdillah, atau bapak dari Abdullah.
Nama Lain dan Tempat Tanggal Lahir
Jadi nama beliau secara lengkap adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Barduzbah Al-Ju’fi Al-Bukhari1 . Barduzbah ini bahasa Bukhara yang artinya petani.
Beliau lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H atau bertepatan pada tanggal 21 Juli 810 M di kota Bukhara. Bukhoro atau Buxoro adalah suatu kota di Negara Uzbekistan hari ini.Maka beliau terkenal dengan nama al-Bukhari, karena lahir di Bukhara atau Buxoro.

Kakek buyutnya yang bernama Barduzbah dulu beragama Majusi.
Lalu putranya yang bernama AlMughirah memeluk Islam di bawah bimbingan Yaman Al-Ju’fi; seorang Gubernur Bukhara kala itu. Sehingga dia dipanggil Mughirah Al-Ju’fi3 .
Kehidupan Imam Bukhori
Ketika Al-Bukhari masih kecil ayahnya meninggal, sehingga ibunya merawat dan mendidiknya seorang diri.
Biaya pendidikannya itu didapat dari harta peninggalan ayahnya. Ismail; ayah dari Bukhari ini tampaknya memang dari awal suka dan cenderung kepada Hadis Nabawi.
Ketika pergi haji pada tahun 179 H, atau 15 tahun sebelum Bukhari lahir, beliau menyempatkan diri menemui tokoh-tokoh ahli hadis seperti Imam Malik bin Anas(w. 179 H), Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Abu Mu’awiyah bin Shalih, dan lain-lain
1. Yatim dan Buta Waktu Kecil
Tidak berselang lama Ismail wafat ketika Muhammad masih kanak-kanak. Sebuah perpustakaan pribadi ditinggalkannya untuk Muhammad di samping semangat untuk mengaji hadis.
Dalam keadaan yatim, Muhamad lalu diasuh oleh ibundanya dengan kasih sayang. Dibimbingnya untuk menyintai buku-buku peninggalan ayahnya.
Bersama-sama kawan sebayanya Muhammad belajar membaca, menulis, Al-Quran dan Hadis. Muhammad bin Ismail ketika kecil mengalami rasa sakit yang teramat di kedua matanya, hingga akhirnya mengalami kebutaan
Keadaan tersebut terus beliau alami hingga suatu ketika Allah جل جلاله mengembalikan penglihatannya berkat usaha yang ditekuni oleh ibunya.
Allah جل جلاله benar-benar memberikan kesembuhan kepada Muhammad bin Ismail.
Suatu malam, ibunda Al-Bukhari tertidur, dan ia bermimpi melihat Nabi Ibrahim alaihissalam. Dalam mimpinya Nabi Ibrahim berkata, “Wahai perempuan, sungguh Allah جل جلاله telah mengembalikan penglihatan putramu, karena banyaknya tangisanmu, atau banyaknya doa yang kamu panjatkan
2. Usia 10: Mulai Belajar Hadits
Bukhari mulai belajar hadis saat masih muda, bahkan masih kurang dari 10 tahun.
Ketika Bukhari berusia 10 tahun inilah Imam as-Syafi’i di Mesir itu meninggal, tepatnya pada tahun 204 H.
Maka praktis Bukhari tak pernah bertemu dengan Imam as-Syafi’i. Muhammad bin Ismail berkata:
“Saya mendapatkan ilham untuk mudah menghafal hadits, saat itu saat masih di Kuttab (tempat belajar baca tulis), saat usia 10 tahun atau kurang”
Pernah suatu ketika saat beliau berusia 11 tahun, mengoreksi salah seorang ulama hadits bernama ad Dakhili
saat meriwayatkan hadits. Ad-Dakhili meriwayatkan hadits dengan jalur sanad: dari Sufyan dari Abu az-Zubair dari Ibrahim.
Lantas Muhammad bin Ismail berkata: “Itu bukan Abu az-Zubair”.
Ad-Dakhili terkejut dan cukup marah dengan koreksian dari anak usia 11 tahun. Ad-Dakhili meminta menunjukkan kesalahannya.
Muhammad bin Ismail berkata; “Coba lihatlah sumber aslinya, jika punya.
Abu az-Zubair tak meriwayatkan dari Ibrahim.
Bukan Abu az-Zubair yang meriwayatkan dari Ibrahim, tapi az-Zubair bin ‘Adi dari Ibrahim.”
Maka, ad-Dakhili memverifikasi ulang dan ternyata benar apa yang dikatakan oleh Muhammad bin Ismail kecil itu. Maka beliau mengoreksi ulang haditsnya.
3. Usia 16: Umrah ke Makkah
Pada usia 16 tahun, Beliau telah menghafal banyak kitab ulama terkenal, seperti Ibn Al-Mubarak, Waki’, dan sebagainya.
Ia tidak berhenti pada menghafal hadis dan kitab ulama awal, tapi juga mempelajari biografi seluruh periwayat yang ambil bagian dalam periwayatan suatu hadis, tanggal kelahiran dan wafat mereka, tempat lahir mereka dan sebagainya.
Lalu pada usia 16 tahun, atau tahun 210 H beliau pergi ke Mekkah bersama Ibu dan kakaknya; Ahmad untuk menunaikan haji. Beliau tetap tinggal di sana untuk menuntut ilmu, sedangkan Ibu dan saudaranya kembali ke kampung halaman.
Di sinilah Muhammad bin Ismail mendalami hadis dari tokoh-tokoh ahli hadis seperti al-Walid al-Azraqi dan Ismail bin Salim al-Saigh, dll.
4. Usia 18: Mulai Menulis Kitab
Pada usia 18 tahun, beliau mulai menuliskan kitab Qadlaya al-Sahabah wa al-Tabi’in. Kemudian Muhammad bin Ismail ini pergi ke Madinah untuk mempelajari hadis dari para ulama disana.
Di Madinah, beliau menulis kitab at-Tarikh alKabir; kitab tentang biografi para perawi hadits di samping Kuburan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم .
Hampir hampir beliau menuliskan cerita tersendiri di setiap biografi ulama yang beliau tulis, tapi khawatir terlalu banyak maka tak jadi beliau tulis . Beliau menulis biografi lebih dari 1.000 an ulama dalam bukunya at-Tarikh tersebut .
Beliau juga shalat 2 rakaat setiap menulis satu biografi ulama . Beliau belajar di Makkah dan Madinah, atau terkenal dengan nama Hijaz selama 6 tahun, yaitu dari tahun 210 H – 216 H.
5. Usia 22: Mengunjungi Banyak Tempat
Fase berikutnya, Muhammad bin Ismail menjelajahi negeri-negeri lain, disamping sering mondar-mandir ke beberapa kota untuk menemui guru-guru hadis.
Maka tersebutlah nama beberapa kota tempat Muhammad bin Ismail berguru mencari hadis, antara lain; Makkah, Madinah, Syam, Baghdad, Wasit, Basrah, Bukhara, Kufah, Mesir, Harah, Naisapur, Qarasibah, ‘Asqalan, Himsh, dan Khurasan. Beliau merantau ke negeri Syam, Mesir Jazirah sampai 2 kali, ke Basrah 5 kali, ke Hijaz bermukim 6 tahun dan pergi ke Baghdad bersama-sama para ahli hadis yang lain sampai 8 kali.

kitab hadis yang di tulisnya membutuhkan jumlah guru tidak kurang dari 1.080 orang guru hadis .
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail.
Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan belajar. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab.
Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut.
Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Saya tidak akan meriwatkan hadis yang ku terima dari sahabat dan tabi’in, sebelum aku mengetahui tanggal kelahiran, hari wafatnya dan tempat tinggalnya.
Imam BukhoriAku juga tidak akan meriyatkan hadis mauquf dari sahabat dan tabi’in, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari kitabullah dan sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
Al-Allamah Al-Aini Al-Hanafi berkata,
“Imam AlBukhari adalah seorang yang hafizh, cerdas, cerdik dan cermat. Ia memiliki kemampuan menjelaskan dengan jeli, kemampuan mengingatnya sudah masyhur dan disaksikan para ulama yang tsiqah”
6. Usia 56: Menetap di Naisabur
Setelah pengembaraannya mencari ilmu, meriwayatkan hadits, menulis kitab-kitab, akhirnya Beliau di usia 56 atau tepatnya tahun 250 H, mulai menetap di Naisabur.
Beliau mengajarkan ilmu yang telah diperoleh kepada penduduk Naisabur saat itu. Beliau menetap di Naisabur selama 5 tahun, sebelum akhirnya mendapatkan ujian, yaitu dikeluarkan dari Naisabur karena suatu tuduhan tak berdasar.

7. Usia 61: Keluar dari Naisabur
Muhammad bin Ismail pernah dituduh berfaham Al-Qur’an itu makhluk. Bahkan beliau meninggal dalam rangka dikucilkan oleh masyarakat Naisabur dan Samarkand saat itu.
Mulanya, pada tahun 250 H, Imam Bukhari datang ke Naisabur. Beliau menetap di sana selama beberapa waktu dan terus beraktifitas mengajarkan hadits.
Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli -tokoh ulama di kota itu dan juga salah satu guru Imam Bukhari mengatakan kepada murid-muridnya, “Pergilah kalian kepada lelaki salih dan berilmu ini, supaya kalian bisa mendengar ilmu darinya.” Setelah itu, orang-orang pun berduyun-duyun mendatangi majelis Imam Bukhari untuk mendengar hadits
Sampai, suatu ketika muncul ‘masalah’ di majelis Muhammad bin Yahya, dimana orang-orang yang semula mendengar hadits di majelisnya berpindah ke majelisnya Imam Bukhari .
Sebenarnya, sejak awal, Imam adz-Dzuhli tidak menghendaki terjadinya masalah antara dirinya dengan Imam Bukhari, semoga Allah merahmati mereka berdua. Beliau pernah berpesan kepada murid-muridnya, “Janganlah kalian tanyakan kepadanya mengenai masalah al-Kalam.
Karena seandainya dia memberikan jawaban yang berbeda dengan apa yang kita anut pastilah akan terjadi masalah antara kami dengan beliau, yang hal itu tentu akan mengakibatkan setiap Nashibi (pencela ahli bait), Rafidhi (syi’ah), Jahmi, dan penganut Murji’ah di Khurasan ini menjadi mengolok-olok kita semua.
” Ahmad bin ‘Adi menuturkan kisah dari guru gurunya, bahwa kehadiran Imam Bukhari di kota itu membuat sebagian guru yang ada di masa itu merasa hasad/dengki terhadap beliau.
Mereka menuduh Bukhari berpendapat bahwa AlQur’an yang dilafalkan adalah makhluk.
Suatu ketika muncullah orang yang menanyakan kepada beliau mengenai masalah melafalkan AlQur’an. Orang itu berkata, “Wahai Abu Abdillah, apa pandanganmu mengenai melafalkan Al-Qur’an;
Apakah ia makhluk atau bukan makhluk?”. Setelah mendengar pertanyaan itu, Bukhari berpaling dan tidak mau menjawab sampai tiga kali pertanyaan. Orang itu pun memaksa, dan pada akhirnya Bukhari menjawab,
Al-Qur’an adalah Kalam Allah, bukan makhluk. Sementara perbuatan hamba adalah makhluk. Dan menguji seseorang dengan pertanyaan semacam ini adalah bid’ah.
Hal yang menjadi sumber masalah adalah tatkala orang itu secara gegabah menyimpulkan, “Kalau begitu, Muhammad bin Ismail berpendapat bahwa Al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.”
Padahal simpulan itu bukan perkataan dari Imam Bukhari. Kesimpulan itu diselewengkan dari apa yang disampaikan oleh Imam Bukhari.
Hal itu menimbulkan berbagai persepsi di antara hadirin. Ada yang mengatakan, “Kalau begitu AlQur’an yang saya lafalkan adalah makhluk.” Sebagian yang lain membantah, “Beliau tidak mengatakan demikian.”
Akhirnya, timbullah kesimpang-siuran dan kesalahpahaman di antara para hadirin.
Tatkala kabar yang tidak jelas ini sampai ke telinga adz-Dzuhli, beliau pun berkata, “Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk.
Barangsiapa yang menganggap bahwa Al-Qur’an yang saya lafalkan adalah makhluk -padahal Imam Bukhari tidak menyatakan demikian, maka dia adalah mubtadi’/ ahli bid’ah. Tidak boleh bermajelis kepadanya, tidak boleh berbicara dengannya.
Barangsiapa setelah ini pergi kepada Muhammad bin Isma’il -yaitu Imam Bukhari- maka curigailah dia.
Karena tidaklah ikut menghadiri majelisnya kecuali orang yang sepaham dengannya.”
Tak berselang lama, sekitar satu bulan sejak peristiwa itu, maka orang-orang pun bubar meninggalkan majelis Imam Bukhari kecuali Imam Muslim bin Hajjaj dan Ahmad bin Salamah.
Saking kerasnya permasalahan ini sampai-sampai Imam adz-Dzuhli menyatakan,
“Ketahuilah, barangsiapa yang ikut berpandangan tentang lafal – sebagaimana Bukhari, maka tidak halal hadir dalam majelis kami.
” Mendengar hal itu, Imam Muslim mengambil selendangnya dan meletakkannya di atas imamah/penutup kepala yang dikenakannya, lalu beliau berdiri di hadapan orang banyak meninggalkan beliau dan dikirimkannya semua catatan riwayat yang ditulisnya dari Imam adz-Dzuhli di atas punggung seekor onta.
Pada akhirnya, Imam Bukhari pun memutuskan untuk meninggalkan Naisabur demi menjaga keutuhan umat dan menjauhkan diri dari gejolak.
Beliau menyerahkan segala urusannya kepada Allah جل جلاله .Allah lah Yang Maha mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya.
Sebab beliau tidaklah menyimpan ambisi kedudukan maupun kepemimpinan sama sekali. Imam Bukhari berlepas diri dari tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang hasad kepadanya.
Suatu saat, Muhammad bin Nashr al-Marwazi menceritakan:
Aku mendengar dia -Bukhari mengatakan,
Barangsiapa yang mendakwakan aku berpandangan bahwa Al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk, sesungguhnya dia adalah pendusta. Sesungguhnya aku tidak berpendapat seperti itu.
Abu Amr Ahmad bin Nashr berusaha menelusuri permasalahan ini kepada Imam Bukhari.
Dia berkata,“Wahai Abu Abdillah, di sana ada orang orang yang membawa berita tentang dirimu bahwasanya kamu berpendapat Al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.”
Maka Imam Bukhari menjawab,
“Wahai Abu Amr, hafalkanlah ucapanku ini; Siapa pun diantara penduduk Naisabur dan negeri-negeri yang lain yang mendakwakan bahwa aku berpendapat Al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk maka dia adalah pendusta.
Sesungguhnya aku tidak pernah mengatakan hal itu.
Yang aku katakan adalah perbuatan hamba adalah makhluk.
Ada sebuah pelajaran berharga dari Imam Muslim dalam menyikapi persengketaan yang terjadi diantara kedua imam ini.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Muslim telah bersikap adil tatkala dia tidak menuturkan hadits di dalam kitabnya -Shahih Muslim-, tidak dari yang ini -Bukhari- maupun yang itu -adz-Dzuhli-.”
Setelah beliau keluar dari Naisabur, beliau menuju ke Samarkand. Beliau ke suatu tempat dekat Samarkand yang bernama Khartank, karena beliau memiliki kerabat disitu.
8. Usia 62: Wafat
Beliau pindah dari Kota Naisabur, menuju ke Samarkand, tepatnya di Desa Khartank sekitar 2 farsakh atau sekitar 12 km dari Samarkand.
Disana ada saudara dari Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Beliau merasa, cobaan ini sungguh berat. Sampai akhirnya beliau jatuh sakit.
Beliau wafat pada malam sabtu, bertepatan dengan malam Idul Fitri. Beliau dikebumikan setelah shalat dzuhur pada tahun 256 Hijriah di desa Khartank yang terletak dekat dengan Samarkand, hari ini lebih dikenal dengan Uzbekistan. Umur beliau 62 tahun kurang 13 hari.”

Keistimewaan Imam Bukhori
Hafalan Muhammad bin Ismail hafal 100.000 hadits shahih sanad dan matannya.
Serta hafal 200.000 hadits tidak shahih sanad dan matannya. Sebagaimana pernyataan beliau:
Saya hafal 100.000 hadits shahih, dan 200.000 hadits yang tidak shahih.
Biografi Imam Bukhori :Murid-Murid
Orang yang meriwayatkan hadis dari Imam Bukhari tidak terhitung jumlahnya. Sehingga ada yang berpendapat ada sekitar 90.000 orang yang mendengar langsung dari Imam Bukhari.
Murid Imam Bukhori
Berikut biografi singkat diantara murid-murid Imam Al-Bukhari:
1. Muslim bin Hajjaj
Nama lengkapnya adalah Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Wardi bin Kawisyadz Al-Qusyairi AnNaisaburi. Nama panggilannya adalah Husain. Ia lahir tahun 202 H dan meninggal 25 Rajab tahun 261 H di salah satu daerah di Naisabur yang bernama Nashr Abad.
Karya terbesarnya adalah Shahih Muslim.
Imam Muslim bin Hajjaj sangat memuliakan gurunya; Muhammad bin Ismail. Sehingga ingin mencium tangan dan kaki gurunya.
Imam Muslim berkata:
Biarkanlah saya mencium kedua kakimu wahai gurunya para guru, tuannya para ahli hadits dan dokternya hadits dan illatnya
2. Abu Isa At-Turmidzi
Nama lengkapnya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Adh-Dhahak As-Sulami. Ia dilahirkan tahun 206 H dan meninggal tahun 279 H, diantara karyanya adalah Jami’ At-Tirmidzi dan Al-llal wa AsySyama’il.
Imam Abu Isa at-Tirmidizi menyebutkan:
Saya tak pernah melihat di Irak dan Khurasan orang yang lebih alim tentang makna illat hadits, biografi perawi dan sanad dari Muhammad bin Ismail.
3. An-Nasa’i
Namanya adalah Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Dinar. Lahir di kota Nasa’, salah satu kota di Khurasan, pada tahun 215 H dan meninggal tahun 304 H.
Kitab yang ditulisnya As-Sunan Al-Kubra, ia menghadiahkan kitab tersebut kepada Walikota Ramallah.
Sewaktu menerima kitab, walikota bertanya kepada Imam An-Nasa’i,
“Apakah hadits hadits dalam kitab ini semuanya shahih?” maka Imam An-Nasa’i menjawab, “Tidak”.
Kemudian Wali kota memintanya untuk menyeleksi hadis shahih saja. Hasil pilihannya diberi nama Al-Mujtaba yang lebih dikenal dengan Sunan An-Nasa’i.
4. Ad-Darimi
Namanya Abdullah bin Abdirrahman bin Al-Qufl bin Bahram bin Abd Ash-Shamad At-Taimi Ad-Darimi. Nama panggilannya adalah Abu Muhammad. Beliau lahir tahun 181 H dan wafat tahun 255 H. Diantara buah karyanya yang terpenting adalah As-Sunan
Dan banyak lagi murid-murid dari beliau
Biografi Imam Bukhori : Karya
Imam Bukhari mempunyai karya tulis cukup banyak, antara lain:
1. Al-Jami’ Ash-Shahih
Karya ini disebut dengan nama Al-Jami’ Ash-Shahih Al-Musnad min Hadits Rasulillah saw sunnatihi wa Ayyamihi. Kadang disebut Al-Jami’ Al-Musnad AlShahih Al-Mukhtashr min Umar Rasulullah wa Sunanih wa Ayyamihi atau biasa disebut “Shahih alBukhari”.
Yakni kumpulan hadis-hadis shahih yang beliau persiapkan selama 16 tahun.
Kitab tersebut berisikan hadis-hadis shahih semuanya, berdasarkan pengakuan beliau sendiri, ujarnya: “saya tidak memasukkan dalam kitabku ini, kecuali shahih semuanya.”
2. At-Tarikh Al-Kabir
Karya ini ditulis beliau ketika usianya baru mencapai 18 tahun. Lebih tepatnya ketika dia berada di Masjid Nabawi di Madinah pada saat rembulan bersinar terang.
Tatkala Ishaq bin Rahawaih melihat kitab ini, dia sangat gembira sekali. Oleh Imam Bukhari, kitab ini dihadiahkan kepada Abdullah bin Thahir yang menjabat sebagai Amir di Khurasan.
Ketika memberikan kitab ini dia berkata kepada Amir, “Ketahuilah, aku akan menunjukkan kepadamu sesuatu yang menakjubkan.”
3. At-Tarikh Al-Ausath
Kitab ini tidak dicetak dan tidak diterbitkan.
4. At-Tarikh Ash Shaghir
Kitab ini dicetak melalui riwayat Abu Muhammad Zanjawiyah bin Muhammad An-Naisaburi. dalam kitab ini, Imam Al-Bukhari telah menyebutkan nama orang-orang terkemuka dari pada sahabat, Tabi’in dan Tabi’At-Tabi’in berikut nasab, pertemuan mereka dan tahun meninggalnya. Dalam kitab ini, Imam Al-Bukhari juga sering menyebutnya Al-Jarh wa At-Ta’dil. Kitab ini disusun berdasarkan tahun, misalnya selesai Imam Bukhari menyebutkan tahun, maka ia akan menyebutkan tokoh ulama terkemuka, demikian seterusnya.
5. Khalqu Af’al Al-‘ibad
Yusuf bin Raihan bin Abd Ash Shamad da Al Allamah Al-Farabi telah meriwayatkan kitab ini dari Imam Al-Bukhari. Dalam kitab ini terdapat bantahan terhadap kelompok Jahmiyah dan kelompok yang tidak mau menggunakan ayat-ayat Alquran, tidak mau menggunakan hadis-hadist Nabi saw, atsar pada sahabat dan atsar Tabbi’in. kitab ini telah dicetak.
6. Adh-Dhu’afa Ash-Shaghir
Imam Bukhari menulis dalam kitab ini nama para perawi hadits yang dhaif secara urut berdasarkan abjad, dijelaskan juga sebab perawi itu dinyatakan dhaif.
7. Al-Adab Al-Mufrad
Kitab ini berisi akhlak dan adab Rasulullah saw. Kitab ini telah tercetak bersama syarahnya. Orang yang memberikan syarah kitab ini adalah Fadhlullah Al-Jailani dengan nama Fadhlullah Ash Shamad fi Taudhih AlAdab Al-Mufrad,cetakan Mathba’ah AsSalafiyah.
8. Juz’u Raf’u Al-Yadain
Perawi kitab ini adalah Mahmud bin Ishaq AlKhuza’i yang dicetak setelah ditahqiq oleh Abu Muhammad Badi’ Ad-Din Syah Ar-Rasidi As-Sanadi dengan nama Jala’ Al-‘Ainain bi Takhrij riwayat A lBukhari fi Juz’I Raf’I Al-Yadain.
Dalam kitab ini juga terdapat catatan pinggir dari Faiddh Ar-Rahman AnNura dan Irsyad Al-Haq Al-Atsari.
9. Juz’u Al-Qira’ah Khalfa
Kitab ini merupakan risalah masyur dari Imam AlBukhari yang mengukuhkan adanya bacaan bagi orang yang shalat sebagai makmum sekaligus bantahan terhadap orang yang mengingkari adanya bacaan bagi makmum.
10. Kitab Al-Kuna
Keberadaan kitab ini berdasarkan pernyataan Abu Ahmad dalam karyanya. Kitab ini telah tercetak di Haidar Abad.
Demikianlan biografi imam bukhori, Semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau dan semoga kita semua dapat menauladani semangat menuntut ilmu dan dakwah beliau.
Baca Juga :
Membuat Surat izin usaha perdagangan secara online